Entah apa perasaan ayahku, ketika ia bertahun-tahun berebutan naik bus saat pergi dan pulang kantor. Padahal, ia bisa saja membeli sebuah motor bahkan mobil untuknya bekerja. Tetapi ia memilih menyisihkan uang demi menyekolahkanku hingga tamat.
Entah apa pula perasaan ibuku, ketika ia membantu ekonomi keluarga dengan berjualan, menawarkan beragam dagangan dari rumah ke rumah. Padahal, ia bisa saja seperti ibu lain yang hidup cukup tanpa perlu bekerja keras. Tetapi ia memilih berjuang demi membelikanku sepeda dan baju bagus, sehingga aku tak malu bermain dengan temanku yang lain.
Tetapi kulihat mereka selalu tersenyum.
Tersenyum tatkala melihatku lulus kuliah.
Tersenyum ketika aku diterima bekerja.
Juga tersenyum saat menerima sedikit uang dari gajiku yang lumayan besar.
Kulihat betapa mereka ikut bergembira ketika aku mampu membeli sebuah mobil. Senyum mereka juga tak putus meski aku tak pernah mengajak mereka jalan-jalan dan memilih pergi dengan pacarku di setiap hari libur.
Hingga akhirnya aku menikah, mereka terlihat begitu bahagia karena akhirnya aku memiliki seorang istri. Mereka juga tersenyum ketika menerima kehadiran istriku dirumah mereka.
Ketika bayiku lahir, mereka terlihat senang akan hadirnya seorang cucu yang mereka nantikan. Ayah dan ibuku pun tetap tersenyum ketika kutitipkan bayiku untuk mereka urus sementara istriku bekerja. Sampai tak sadar kalau ternyata anak-anakku sudah besar dan kedua orang tuaku semakin lanjut usia.
Ah, bagaimana bisa orang yang tak pernah mendapatkan perhatian dan balasan yang setimpal seperti mereka, bisa terus tersenyum menerima perlakuan dari seseorang sepertiku. Kini, di tengah hiruk-pikuk kesibukan bekerja, ingin rasanya kuberteriak memanggil mereka, memeluk mereka dan memanjakan mereka. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan ketika aku berada di rumah.
Ayah, ibu, maafkan aku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lakukan Spam - Haram Hukumnya...