Oleh Pdt. Mauli Siahaan
Pendahuluan
Akhir-akhir ini sekelompok orang makin gencar untuk mempertanyakan
pemakaian kata Allah di kalangan orang Kristen. Mereka ini bukanlah kelompok
penentang kekristenan yang tidak suka kata ”Allah” dipakai dalam kehidupan
beragama mereka. Justru kelompok yang menentang ini adalah orang Kristen yang
tidak suka kata “Allah” dipakai di kalangan orang Kristen. Mereka beranggapan
bahwa selain kata “Allah” itu sendiri memiliki konotasi “berhala”, orang
Kristen memiliki kata yang sesungguhnya berasal dari Allah itu sendiri. Itulah
sebabnya pada awalnya setiap kata “Allah” yang ada dalam Alkitab diganti
menjadi “Elohim”, kemudian berubah menjadi kata “Yesus” dan akhir-akhir ini
agar merasa lebih tepat setiap kata Allah dirubah menjadi kata “Yahweh”.
Sekarang timbul pertanyaan, “Salah dan berdosakah kita kalau kita memakai kata
“Allah” dalam kehidupan kita sehari-hari baik ketika kita beribadah secara
pribadi atau ketika sedang berjemaat? Sudah mendesakkan untuk mengubah Alkitab
yang memakai kata “Allah” untuk menggantinya menjadi “Yahweh”?
Nama-nama yang dikenakan kepada Allah dalam Alkitab
Kemunculan nama-nama yang dikenakan kepada pribadi Tuhan sangat bersangkut paut
dengan tujuan kehadiran Tuhan pada saat itu sehingga di satu tempat kata yang
muncul akan sangat berbeda di tempat lain walaupun yang tampil adalah pribadi
yang sama. Itulah sebabnya ada beberapa nama yang kemudian muncul dalam Alkitab
yang dikenakan kepada Tuhan.
1. Elohim
Kata ini pertama kali muncul dalam Kejadian 1:
1 . Kata ini bentuknya jamak yang diambil dari akar kata El yang
diterjemahkan sebagai Ilah atau Allah. Kata ini diadopsi dari bahasa Kanaan di
mana El adalah salah satu nama dewa orang Kanaan. Kata ini adalah kata yang
umum dan seringkali dipakai yang memiliki arti ”yang kuat”. Kata ini juga dapat
dipakai sebagai bentuk tunggal yang berarti Allah yang Mahatinggi. Penggunaan
nama ini mengacu kepada hubungannya dengan alam semesta.
2. Yahweh
Kata ini pertama kali diperkenalkan kepada Musa dalam peristiwa nyala api yang
keluar dari semak duri (Keluaran 3:11-15)
dan muncul untuk pertama kalinya dalam Kejadian 2:4.
Kata ini memiliki arti ”yang ada” dan diterjemahkan sebagai TUHAN dan merupakan
nama diri Allah yang unik dan spesifik. Di kalangan Yahudi ortodoks nama ini
terlalu mulia untuk disebutkan. Itulah sebabnya nama Yahweh boleh dituliskan
tetapi tidak boleh disebutkan dan menggantinya dengan sebutan ”Adonai”.
3. Adonai
Kata ini diterjemahkan sebagai Tuhan yang penggunaannya mengandung arti sebagai
penguasa yang mutlak. Kata ini bersangkut paut dengan hubungan tuan dan budak (Kejadian 24:9). Kata ini memiliki bentuk jamak
yang mengacu kepada Allah sebagai Tuhan semesta alam yang kepada-Nya semua
manusia yang dihubungan sebagai budak harus tunduk dan taat. Dalam Perjanjian
Lama (PL) orang-orang Yahudi memakai kata ini untuk mengganti kata Yahweh.
4. Theos
Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti Allah (Efesus 4:24) atau dewa/dewi (Kisah 19:37) sebagai pribadi yang tertinggi atau
orang yang pantas menerima rasa hormat dan penghormatan.
5. Kurios
Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemilik atau orang yang
mempunyai kendali terhadap orang lain di mana dia memiliki kuasa untuk
memutuskan. Suatu sebutan yang ekspresif sebagai rasa hormat dan penghormatan.
Sebutan ini diberikan kepada Tuhan (Matius 1:20;
Yohanes 20:18)), Raja atau tuan (Lukas 12:9).
Dari berbagi kata di atas pada umumnya memiliki pengertian berhala dan pribadi
manusia yang disembah dan dipuja-puji, kecuali kata Yahweh. Kata-kata itu tidak
menjadi masalah ketika dikenakan kepada Tuhan oleh pelaku Alkitab.
Nama-nama yang dikenakan kepada Allah di luar Alkitab
Setelah kekristenan merambah wilayah di luar tanah perjanjian sesuai dengan
amanat Tuhan Yesus dalam Kisah 1:8, maka
nama-nama yang dikenakan kepada Tuhan mengacu kepada pemahaman masyarakat di
mana Injil itu diberitakan. Karena mamang kekristenan masuk ke satu wilayah
dengan mengadaptasi budaya dan bahasa setempat tanpa harus menghancurkan konsep
atau prinsip yang ada dalam kekristenan itu sendiri. Dan salah satu kata yang
dikenakan kepada Tuhan untuk menyebutnya adalah kata ”Allah”. Kata ini berasal
dari bahasa Arab yang memiliki akar kata Il atau El yang mengacu kepada kepala
para dewa. Kata ini sudah ada jauh sebelum agama Islam lahir di tanah Arab.
Jadi pemakaian kata ini mengacu pada pemahaman masyarakat di tanah Arab
terhadap pribadi yang maha tinggi yang bisa mereka mengerti pada zaman sebelum
kekristenan datang yang kemudian dipakai untuk memahami pribadi Allah dalam
Alkitab dalam perspektif yang berbeda dengan pemahaman sebelumnya. Hal yang
sama terjadi ketika Injil diberitakan ke berbagai wilayah di seluruh penjuru
dunia termasuk di Indonesia.
Ketika Injil masuk ke Indonesia lewat para misionaris, mereka memiliki
prinsip yang sama ketika memberitakan Yesus Kristus di setiap suku di
Indonesia. Itulah sebabnya para misionaris ini berusaha mencari kata yang tepat
untuk menggambarkan Yesus Kristus sebabai Tuhan dan Juruselamat. Maka kata-kata
yang timbul kemudian sangat jauh berbeda dengan kata-kata yang ada dalam
Alkitab tetapi memiliki makna yang sama. Makanya tidak heran sebutan yang
dikenakan kepada Yesus di setiap suku di Indonesia berbeda-beda karena
pengertian di setiap suku itu berbeda-beda namun isinya sudah diganti dengan pemahaman
dari Alkitab.
Prinsip itulah yang dikenakan ketika Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
menterjemahkan kata Elohim menjadi Allah dalam Alkitab bahasa Indonesia. Karena
kata Allah lah yang pada umumnya dimengerti oleh masyarakat Indonesia untuk
menggambarkan pribadi yang maha tinggi itu. Namun pemakaian kata itu sama
sekali bukan dalam arti semula yaitu salah satu dewa atau kepala para dewa di
Timur Tengah. Sama halnya ketika orang-orang percaya dalam Alkitab memahami
Allah sesuai dengan kata yang mereka miliki pada saat itu seperti kata Elohim.
Kalau kita simak secara teliti, maka kita akan menemukan bahwa setiap pelaku
Alkitab menyebut pribadi yang maha tinggi itu dengan memakai kata yang mereka
sudah kenal dalam masyarkat mereka yang pada awalnya memiliki pengertian
penyembahan berhala namun dalam pengertian yang berbada.
Sebagai contoh. Ketika Abraham berkomunikasi dengan Allah, ia menyapanya dengan
makai kata yang diambil dari bahasa yang ada di sekitarnya. Tentu kata itu
pasti kata yang berbau penyembahan berhala. (Ingat walaupun kata Yahweh sudah
muncul pertama kali dalam Kejadian 2:4
tetapi kata itu baru diperkenalkan pertama kali kepada Musa dalam Keluaran 3:11-15 jauh sesudah zaman Abraham).
Namun kata yang berbau berhala yang Abraham kenakan kepada Allah itu tentu
dengan isi yang berbeda dengan pemahaman orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian kata yang dahulunya berbau berhala menjadi kata yang dapat
dipakai oleh orang-orang beriman di sepanjang sejarah Alkitab namun makna yang berbeda.
Prinsip yang sama juga terjadi dalam pemakaian kata Allah. Walaupun awalnya
kata itu mengandung makna penyembahan berhala, tetapi karena kata itulah yang
bisa menggambarkan pribadi yang mahatinggi yang bisa diketahui oleh masyarakat
di Indonesia pada waktu itu dan bukan Elohim, Yahweh, Adonai, Theos atau Kurios
maka kata itulah yang ”tepat” untuk menterjemahkan Dia yang mulia itu. Jadi
kata Allah yang dipakai oleh orang Kristen hari ini tentu sangat berbeda dengan
kata Allah yang dipakai oleh orang-orang di zaman dahulu. Dengan kata lain
framenya sama tetapi isinya berbeda.
Saya percaya bahwa setiap orang Kristen yang menyebut Tuhan itu dengan memakai
kata Allah tidak akan memiliki pengertian bahwa yang disapa itu adalah salah
satu dewa atau kepala para dewa. Namun dalam pemikiran orang Kristen yang
menyapa Tuhan itu dengan kata Allah memiliki pengertian Tuhan satu-satunya dan
tidak ada yang lain.
Mungkin ada banyak orang berkata bahwa mengapa nama Allah dipakai dalam
menterjemahkan pribadi yang mahatinggi itu padahal sudah ada kata Yahweh yang
telah diperkenalkan kepada setiap orang yang ingin menyembah Dia? Kita harus
menyadari bahwa Tuhan tidak ingin disembah oleh manusia tetapi tidak dimengerti
siapa pribadi yang disembah itu. Itulah sebabnya kalau kita mengamati dalam
Perjanjian Baru (PB) di mana ketika pada Rasul mengabarkan Injil mereka tidak
pernah memakai kata Yahweh ketika ingin memperkenalkan Yesus sebagai Tuhan.
Itulah sebabnya kita tidak akan pernah menemukan kata Yahweh dalam Perjanjian
Baru karena kata itu tidaklah dapat dipahami oleh mereka yang tidak pernah
bersinggungan dengan agama Yahudi. Dan bahasa yang dipakai oleh para rasul
dalam mengabarkan injil kepada bangsa yang bukan Yahudi pada masa itu adalah
bahasa Yunani sehingga kata-kata yang dipakai untuk menjelaskan pribadi yang
mahatinggi itu adalah kosa kata yang ada dalam bahasa Yunani tetapi
menggambarkan pribadi yang sama seperti mereka memahami kata Yahweh.
Ada juga alasan yang dipakai oleh mereka yang tidak mau memakai kata Allah
dalam kehidupan ritual keagamaan mereka dengan alasan bahwa Alkitab baik
Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan Perjanjian Baru yang
ditulis dalam bahasa Yunani tidak pernah memuat kata Allah. Demikian juga
Alkitab yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia seperti
bahasa Tobelo atau bahasa Batak tidak pernah memakai kata Allah. Jadi merekapun
berkata bahwa tidak menjadi masalah apabila mereka juga tidak memakai kata itu
dalam kehidupan ritual mereka dan menggantinya dengan kata Yahweh. Tetapi
kelompok ini lupa bahwa Alkitab PB tidak pernah memakai kata Yahweh. Kalau
begitu mengapa kelompok ini dengan berani berkata bahwa kata yang pas yang
perlu dipergunakan oleh orang Kristen adalah kata Yahweh. Apalagi yang seharusnya
berhak memakai kata itu yaitu orang Yahudi justru sangat takut untuk memakai
kata itu karena mempercayai bahwa nama itu terlalu mulia untuk disebut sehingga
mereka menggantikannya dengan kata Adonai. Mungkin kelompok orang yang makai
kata Yahweh ini merasa bahwa mereka sudah dalam masa Perjanjian Baru di mana
Yesus sudah mati untuk membuka jalan masuk ke tahta Allah sehingga sudah
terjadi kebebasan untuk menyapa Dia dengan kata Yahweh. Tetapi mengapa para
rasul tidak mamakai kata itu ketika mereka memberitakan Injil di zaman mereka?
Apakah kelompok ini merasa bahwa mereka lebih hebat dari para rasul itu? Atau
para Rasul itu melakukan kesalahan yang harus dirobah pada zaman sekarang?
Kalau para rasul itu melakukan kesalahan dalam pemakaian kata itu maka terbuka
juga celah untuk berkata bahwa ada kesalahan yang lain yang telah dilakukan
oleh para rasul dan kesalahan itu bisa sesuatu yang prinsip seperti
keselamatan. Dan itu menjadi hal yang sangat berbahaya bagi iman Kristen.
Mungkin ada orang yang berkata bahwa nama Yahweh adalah nama pribadi yang tidak
mungkin bisa dirubah seperti nama Bambang. Di manapun pribadi itu hadir pasti
nama itu yang harus dipakai seperti di manapun Bambang berdiri maka nama
Bambang yang harus dikenakan kepadanya. Kalau itu benar, mengapa di setiap
penampilan Tuhan disetiap kejadian yang dikisahkan dalam PL tidak seluruhnya
memakai nama Yahweh padahal yang tampil itu adalah pribadi yang sama. Kalau
nama itu betul-betul hanya menunjukkan nama diri, maka setiap penampilan Tuhan
dalam setiap peristiwa yang pernah dicatat oleh PL akan memakai nama itu. Di
sinilah uniknya nama ini sehingga sekalipun nama itu adalah nama diri tetapi
kehadirannya dalam setiap peristiwa tidak selalu memakai nama itu. Dan kalau
kelompok yang memakai nama Yahweh konsisten karena merasa bahwa mereka adalah
orang-orang yang mentaati Alkitab, maka mereka seharusnya bukan memakai kata
Yahweh karena kata itu tidak ada dalam PL tetapi YHWH. Sebab kata Yahweh adalah
upaya orang di luar Alkitab untuk bisa menyebut kata YHWH. Jadi kalau ada kata
yang lain yang dikenakan kepada Tuhan dengan memakai kata yang seharusnya YHWH
adalah sebuah penyimpangan juga. Jadi kalau ada orang ingin membetulkan sesuatu
yang salah tetapi menciptakan kesalahan yang baru tentu adalah sebuah kesalahan
juga.
Dan yang paling menyedihkan adalah bahwa kelompok ini sudah mulai mengancam
mereka yang masih memakai kata Allah dengan berkata bahwa kalau masih memakai
kata itu akan mendapatkan hukuman dan akan masuk neraka. Mereka mengutip ayat
yang berkata; ”Sebab mereka yang pernah diterangi
hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian
dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan
karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin
dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka
menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum”
(Ibrani 6:4-6). Berarti kelompok ini
sudah menghakimi orang Kristen yang memakai kata Allah bukan saja di masa
sekarang tetapi juga orang Kristen di segala abad yang tidak memakai kata
Yahweh, bahwa mereka semua itu akan masuk neraka. Sungguh sangat luar biasa.
Dan ini akan sangat meresahkan.
Selain itu kelompok ini juga sudah terlalu jauh melangkah dengan berupaya
memakai cara-cara yang tidak menandakan dirinya sebagai orang Kristen dengan
berusaha mempengaruhi pemerintah agar dibuat peraturan untuk melarang memakai
kata Allah dikalangan orang Kristen dan mulai menggugatnya melalui pengadilan.
Sikap ini sudah menghalalkan segala cara hanya untuk memenuhi tujuan. Apakah
ini yang disebut orang yang hidup di dalam firman Allah?
Kesimpulan
Jadi kata apapun yang dikenakan untuk pribadi yang maha tinggi itu tidak
menjadi masalah asal mengacu pada prinsip bahwa kata itu adalah kata yang
menggambarkan pribadi-Nya yang mulia agung, tinggi luhur dan segalanya.
Walaupun mungkin kata yang dipakai itu awalnya adalah kata yang berbau berhala,
tetapi kalau kata itu bisa menggambarkan pribadi Tuhan di dalam Yesus Kristus
adalah sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan. Apakah orang Kristen akan memakai
kata: Elohim, Yahweh, Adonai, Kurios, Theos atau Allah tidak menjadi masalah
sepanjang makna yang terkandung di dalamnya dipahami sebagai pribadi satu-satunya,
penguasa alam semesta yang berkuasa di bumi dan di sorga yang kita kenal di
dalam Yesus Kristus. Jadi tidaklah berdosa kalau kita mengenakan kata Allah
kepada Tuhan seperti bukan dosa ketika kita memakai kata Elohim kepada-Nya.
Tidak menjadi masalah kalau ada sebagian orang Kristen tidak mau lagi memakai
kata Allah dan mengantinya dengan kata Yahweh dalam kehidupan ibadahnya
sehari-hari dan sampai mencoba mengganti Alkitab peroduksi LAI (- boleh saja
asal jangan dibajak). Tetapi jangan paksakan orang lain untuk melakukan hal
yang sama sebab Allah adalah Tuhan bagi semua orang bukan saja Tuhan bagi
orang-orang yang berbahasa Ibrani atau Yunani, tetapi juga Tuhan bagi
orang-orang yang berbahasa Arab dan Indonesia (Roma
10:12). Ingat orang-orang Kristen yang ada di Timur Tengah telah
memakai kata Allah dalam kehidupan sehari-hari mereka jauh sebelum agama Islam
lahir. Dan Rasul Paulus tidak memakai kata Yahweh ketika menyampaikan Injil
kepada orang-orang yang bukan Yahudi pada masa gereja mula-mula terbentuk. Jadi
janganlah kita merasa lebih baik dari pada orang lain sehingga kita menghakimi
saudara kita sendiri. Yang penting adalah apakah setiap kita percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat? Kalau percaya, maka itulah
seharusnya isi dari setiap sebutan yang kita bisa kenakan apapun kata yang kita
pakai untuk itu.